Ilmuwan Indonesia Lebih Betah di Luar Negeri
Maket
- Miris sih sebenernya, tapi mau apa dikata, kurangnya perhatian dari
pemerintah membuat mereka menentukan pilihan yang lebih nyaman buat
mereka.
Fenomena ilmuwan Indonesia yang kerja di luar negeri tidak lepas dari
kurangnya dukungan sistem pengembangan sains dan teknologi. Seandainya
sistem tersebut terbangun, tentu para ilmuwan tersebut akan nyaman
kerja dan melakukan penelitian di negeri sendiri.
Dr Taufik, ilmuwan Indonesia pertama yang tampil sebagai cover di majalah yang beredar hingga luar AS itu.
Namun Rektor Institut Teknologi Bandung
(ITB) Akhmaloka mengaku tidak khawatir dengan fenomena itu. Dia
menilai, Justru dengan banyaknya ilmuwan Indonesia di luar negeri akan berdampak positif. Apalagi, para ilmuwan tidak bisa dicegah atau bahkan dilarang kerja di luar negeri.
Akhmaloka menuturkan pengalamannya sendiri ketika baru lulus kuliah
di Inggris jurusan genetic engineering pada 1990-an. Saat itu dia
langsung ditawari kerja selama tiga tahun di Inggris. Tetapi setelah
meminta pendapat kepada profesornya di ITB, Akhmaloka akhirnya menolak
tawaran itu. Meskipun saat itu di Tanah Air Akhmaloka belum tentu bisa
mempraktikkan ilmunya mengingat masih langkanya genetic engineering.Dia bisa memahami alasan ilmuwan yang memilih melakukan penelitian untuk negara lain. Ada perasaan tidak berguna yang dialami ilmuwan muda yang baru lulus kuliah di luar negeri ketika tiba di Tanah Air. Mereka masih muda, bahkan mungkin sudah menyandang gelar doktor atau profesor, tetapi hasil pendidikannya selama ini tak mendapat tempat ataupun dihargai.
Doktor muda kan semangatnya tinggi, ada perasaan ilmunya tak berguna. Inilah yang kadang-kadang menyebabkan teman-teman kita itu ke luar negeri. Jadi saya tidak ingin mencegah mereka, tetapi tentu kita harus membangun sistem kita di dalam negeri sebaik mungkin, kata Akhmaloka kepada Okezone, belum lama ini.
Selain itu, penghargaan terhadap saintis di dalam negeri juga jauh lebih kecil ketimbang di luar negeri. Di dalam negeri, tambahnya, pernah muncul keprihatinan tentang nasib peneliti lembaga pengetahuan negeri tetapi tunjangan atau gajinya sangat kecil meskipun bergelar profesor.
Menurut Ketua Panitia Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2013 itu, aspek lain yang tidak kalah penting adalah sarana dan prasarana penelitian, seperti laboratorium-laboratorium untuk berbagai jurusan teknik yang masih minim. “Seorang peneliti nanoteknologi tentu akan mati langkah ketika tidak ada laboratorium nanoteknologi,” tuturnya.
Maka dengan kondisi itu, ungkap Akhmaloka, para peneliti pun berpaling ke luar negeri. Sebab, di sana mereka bisa menyalurkan ilmu, menemukan laboratorium, termasuk kesejahteraan.(okezone/rfa)
Semoga jadi perhatian bagi pemerintah untuk mensupport para ilmuwan kita ini, jangan hanya memikirkan politik terus..hehe.
Info: Maket
0 komentar :
Posting Komentar