3 November 2010

Karakter Dari Batik Madura



Batik, mungkin Sebagian besar masyarakat telah mengenal batik Madura sebagai batik dengan karakter yang kuat, yakni memiliki ciri bebas, dengan warna-warna yang berani (merah, kuning, hijau terang). Namun jarang yang tahu bahwa batik Madura memiliki mungkin lebih dari seribu motif dan kebanyakan yang beredar di pasar adalah batik-batik Madura pasaran

Sebagai sebuah bentuk karya seni budaya, batik Madura banyak diminati dan digemari oleh konsumen lokal dan internasional. Dengan bentuk dan motif yang khas batik Madura mempunyai keunikan tersendiri bagi para konsumen. Corak dan ragamnya yang unik dan bebas, sifat produksinya yang personal dikerjakan secara satuan, masih mempertahankan pembuatan tradisional, ditulis dan diproses dengan cara-cara tradisional dan senantiasa menggunakan bahan pewarna alami yang ramah dengan lingkungan.

Sejarah mencatat Madura merupakan produsen batik dan jamu yang cukup terkenal. Yang membuatnya menjadi seperti itu, mungkin disebabkan karena kedua komoditas itu menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi masyarakatnya sendiri.

Industri kecil yang menjadi kebanggaan daerah ini memang batik. Bagi Madura, batik bukan hanya sehelai kain, namun telah menjadi ikon budaya dan sering menjadi objek penelitian banyak institusi. Di berbagai buku batik terbitan luar negeri, batik Madura menjadi perhatian khusus. Motif dan warna yang tertuang di dalam kain panjang itu, merefleksikan karakter masyarakatnya. Terlebih lagi batik buatan Tanjung Bumi di Kabupaten Bangkalan.

Tidak hanya di Tanjung Bumi saja, batik telah menjadi nilai seni budaya Indonesia di mata asing. Bahkan pakaian atau baju batik menjadi bagian dari pakaian resmi di Indonesia. Tidak jarang kita menemukan atau bahkan sering, para undangan, pejabat mengenakan pakaian batik pada acara resmi keluarga, negara dan lain sebagainya.

Pada dasaranya, Batik dengan bentuk dan corak yang berbeda, baik itu batik Madura, batik pekalongan, batik jawa, batik jogja,batik solo dan batik-batik daerah lain adalah karya seni budaya tinggi yang perlu untuk dipertahankan, dilestarikan, dikembangkan sehingga menjadi asset berharga bangsa ini dimata internasional.

Mari kita bayangkan bagaimana seandainya pakaian jas yang kini menjadi pakaian resmi kenegaraan di penjuru dunia, diganti dengan pakaian batik Indonesia? sungguh ini adalah suatu hal yang mungkin akan terjadi jika kita bisa mengembangkan batik Madura atau batik Indonesia secara professional.


Sumber: 1001-madura.com
Temukan semuanya tentang iklan gratis, Pasang Iklan, bisnis, Iklan Baris

Mengenal Busana Tradisional Priangan Dan Cirebon


Dari masa ke masa, masyarakat Jawa Barat khususnya di Priangan dan Cirebon terus mengembangkan model busana sesuai dengan perkembangan zaman dan berbagai ketentuan pemerintah yang turut pula mengatur tata cara berbusana masyarakat Jawa Barat.

Berkain kebaya pada dasarnya digunakan oleh kaum perempuan disemua lapisan, dari rakyat biasa sampai kalangan bangsawan Priangan maupun Cirebon. Meskipun bentuk dasarnya sama namun terdapat variasi terutama dalam hiasan yang disesuaikan dengan keinginan/kebutuhan pemakainya. Di kalangan istri pembesar, bahan kebaya yang digunakan berbeda dari rakyat biasa. Biasanya mereka menggunakan bahan yang berkualitas tinggi seperti sutera atau beludru serta corak hias yang lebih anggun.

Untuk kesempatan resmi busana resmi wanita priangan dilengkapi dengan sehelai selendang berwarna sama dengan kebaya dan alas kakinya berupa sandal selop.

Pada bagian kebaya dari leher sampai ujung bawah kebaya surawe terdapat hiasan dari pasmen, demikian pula pada sekeliling lengan dan pada seputar bawah kebaya. Sebagai penyambung belahan kebaya, digunakan peniti. Adakalanya peniti itu terbuat dari logam mulia yang disambung-sambungkan dengan rantai kecil disebut panitih rantay.

Sedangkan masyarakat Cirebon, baik rakyat biasa maupun kalangan Keraton mengenakan baju sorong atau baju kurung. Sama halnya dengan kebaya, kain batik pun digunakan pula oleh semua lapisan masyarakat, baik di Priangan maupun di Cirebon. Umumnya yang digunakan mereka adalah kain-kain batik buatan setempat seperti batik garutan, ciamisan bagi masyarakat Priangan dan batik dermayon atau trusmi untuk orang Cirebon

Pemakaian  kain batik yakni dililitkan pada bagian bawah badan, dari pinggang hingga ke pergelangan kaki. Untuk memperkuat dililitkan beulitan atau sabuk pada pinggang pemakai. Zaman dahulu, perempuan di Priangan dan Cirebon tidak mengenal lamban atau lepe (melipat bagian pinggir kain) namun kebiasaan tersebut baru dikenal sekitar dekade ketiga atau keempat abad 20 ini.

Kaum pria di Priangan dan Cirebon pada umumnya mengenakan sarung (poleng, polekat). Cara penggunaan sarung ini sangat beragam sesuai dengan kebutuhan. Adakalanya dikerudungkan, diikatkan pada pinggang atau dililitkan. walaupun klangan bangsawan tidak pernah memakai sarung pada kesempatan resmi, mereka lebih suka memakai kain batik halus. Cara memakai kain batik tersebut ada beberapa bentuk, dilepas sampai pergelangan kaki, sebatas lutut dan sedikit di atas lutut.

Celana panjang model komprang digunakan oleh laki-laki di Priangan dan Cirebon. Model ini sebenarnya adalah bentuk dasar celana kaum bangsawan yang dihias dengan pasmen memanjang dari atas ke bawah pada bagian tengah samping sekeliling lubang celana. Kaum laki-laki di Prangan dan Cirbon mengenakan iket sebagai penutup kepala, baik di kalangan rakyat biasa maupun di kalangan bangsawan. Yang membedakannya hanyalah bahan dasar iket tersebut.

Sumber: www.tamanmini.com
Temukan semuanya tentang iklan gratis, Pasang Iklan, bisnis, Iklan Baris

Mengenal Busana Tradisonal khas Madura



Walaupun Madura adalah sebuah pulau yang terpisah dari Pulau Jawa, kebudayaan Jawa dalam arti luas berpengaruh sangat besar dalam berbagai segi kehidupan masyarakat sukubangsa Madura. Oleh karena kebudayaan dan Busana Tradisonal Madura termasuk dalam daerah kebudayaan Jawa.

Masyarakat umum mengenal Busana Tradisonal khas Madura, yaitu hitam serba longgar dengan kaos bergaris merah putih atau merah hitam, di dalamnya, lengkap dengan tutup kepala dan kain sarung. Sebenarnya, Busana Tradisonal yang terdiri dari baju pesa`an dan celana gomboran ini merupakan pakaian pria untuk rakyat kebanyakan, baik sebagai Busana Tradisonal sehari-hari maupun sebagai busana resmi. Adanya pengaruh cara berpakaian pelaut dari Eropa, terutama kaos bergaris yang digunakan.

Dalam pemakaiannya, baju pesa`an, celana gomboran dan kaos oblong ini memiliki perbedaan fungsi bila dilihat dari cara memakainya. Kalangan pedagang kecil, seringkali mempergunakan baju pesa`an dan kaos oblong warna putih, dipadu dengan sarung motif kotak-kotak biasa. Sebaliknya para nelayan, umumnya hanya menggunkan celana gomboran dengan kaos oblong.

Zaman dahulu, masyarakat menggunakan Busana Tradisonal pesa`an dalam dua warna, yaitu hitam dan putih. Baju pesa`an biasanya dipakai oleh guru agama atau molang. Pada masa sekarang, Busana Tradisonal pesa`an warna hitamlah yang menjadi ciri khas. Warna hitam ini melambangkan keberanian. Sikap gagah dan pantang mundur ini merupakan salah satu etos budaya yang dimiliki masyarakat Madura. Garis-garis tegas merah, putih atau hitam yang terdapat pada kaos yang digunakan pun memperhatikan sikap tegas serta semangat juang yang sangat kuat, dalam menghadapi segala hal.

Model Busana Tradisonal yang serba longgar dan pemakaiannya yang terbuka melambangkan sifat kebebasan dan keterbukaan orang Madura. Kesederhanaan bentuk baju ini pun menunjukkan kesederhanaan masyarakatnya, teguh dan keras. Sarung palekat kotak-kotak dengan warna menyolok dan sabuk katemang, ikat pinggang kulit lebar dengan kantong penghimpun uang di depannya adalah perlengkapan lainnya. Terompah atau tropa merupakan alas kaki yang umumnya dipakai.

Berbeda dengan rakyat kebanyakan, para bangsawan biasanya menggunakan Busana Tradisonal berupa rasughan totop (jas tutup) polos dengan samper kembeng (kain panjang) di bagian bawah, secara umum sebagaimana Busana Tradisonal Solo dan Yogya. Perbedaannya terletak pada odheng, tutup kepala yang dikenakan.

Pada saat menghadiri acara resmi, rasughan totop umumnya berwarna hitam digunakan lengkap dengan odheng tongkosan kota, bermotif modang, dulcendul, garik atau jingga. Odheng pada masyarakat Madura memiliki arti simbolis yang cukup kompleks, baik dari ukuran, motif maupun cara pemakaian.

Bentuk dan cara memakai odheng juga menunjukkan derajat kebangsawanan seseorang. Semakin tegak kelopak odheng tongkosan, semakin tinggi dewajat kebangsawananan. Semakin miring kelopaknya, maka derajat kebangsawanan semakin rendah. Untuk orang yang sudah sepuh (tua), sayap atau ujung kain dipilin dan tetap terbeber bila si pemakai masih relatif muda.

sumber: www.tamanmini.com
Temukan semuanya tentang iklan gratis, Pasang Iklan, bisnis, Iklan Baris