3 November 2010

Mengenal Busana Tradisional Priangan Dan Cirebon


Dari masa ke masa, masyarakat Jawa Barat khususnya di Priangan dan Cirebon terus mengembangkan model busana sesuai dengan perkembangan zaman dan berbagai ketentuan pemerintah yang turut pula mengatur tata cara berbusana masyarakat Jawa Barat.

Berkain kebaya pada dasarnya digunakan oleh kaum perempuan disemua lapisan, dari rakyat biasa sampai kalangan bangsawan Priangan maupun Cirebon. Meskipun bentuk dasarnya sama namun terdapat variasi terutama dalam hiasan yang disesuaikan dengan keinginan/kebutuhan pemakainya. Di kalangan istri pembesar, bahan kebaya yang digunakan berbeda dari rakyat biasa. Biasanya mereka menggunakan bahan yang berkualitas tinggi seperti sutera atau beludru serta corak hias yang lebih anggun.

Untuk kesempatan resmi busana resmi wanita priangan dilengkapi dengan sehelai selendang berwarna sama dengan kebaya dan alas kakinya berupa sandal selop.

Pada bagian kebaya dari leher sampai ujung bawah kebaya surawe terdapat hiasan dari pasmen, demikian pula pada sekeliling lengan dan pada seputar bawah kebaya. Sebagai penyambung belahan kebaya, digunakan peniti. Adakalanya peniti itu terbuat dari logam mulia yang disambung-sambungkan dengan rantai kecil disebut panitih rantay.

Sedangkan masyarakat Cirebon, baik rakyat biasa maupun kalangan Keraton mengenakan baju sorong atau baju kurung. Sama halnya dengan kebaya, kain batik pun digunakan pula oleh semua lapisan masyarakat, baik di Priangan maupun di Cirebon. Umumnya yang digunakan mereka adalah kain-kain batik buatan setempat seperti batik garutan, ciamisan bagi masyarakat Priangan dan batik dermayon atau trusmi untuk orang Cirebon

Pemakaian  kain batik yakni dililitkan pada bagian bawah badan, dari pinggang hingga ke pergelangan kaki. Untuk memperkuat dililitkan beulitan atau sabuk pada pinggang pemakai. Zaman dahulu, perempuan di Priangan dan Cirebon tidak mengenal lamban atau lepe (melipat bagian pinggir kain) namun kebiasaan tersebut baru dikenal sekitar dekade ketiga atau keempat abad 20 ini.

Kaum pria di Priangan dan Cirebon pada umumnya mengenakan sarung (poleng, polekat). Cara penggunaan sarung ini sangat beragam sesuai dengan kebutuhan. Adakalanya dikerudungkan, diikatkan pada pinggang atau dililitkan. walaupun klangan bangsawan tidak pernah memakai sarung pada kesempatan resmi, mereka lebih suka memakai kain batik halus. Cara memakai kain batik tersebut ada beberapa bentuk, dilepas sampai pergelangan kaki, sebatas lutut dan sedikit di atas lutut.

Celana panjang model komprang digunakan oleh laki-laki di Priangan dan Cirebon. Model ini sebenarnya adalah bentuk dasar celana kaum bangsawan yang dihias dengan pasmen memanjang dari atas ke bawah pada bagian tengah samping sekeliling lubang celana. Kaum laki-laki di Prangan dan Cirbon mengenakan iket sebagai penutup kepala, baik di kalangan rakyat biasa maupun di kalangan bangsawan. Yang membedakannya hanyalah bahan dasar iket tersebut.

Sumber: www.tamanmini.com
Temukan semuanya tentang iklan gratis, Pasang Iklan, bisnis, Iklan Baris

Mengenal Busana Tradisonal khas Madura



Walaupun Madura adalah sebuah pulau yang terpisah dari Pulau Jawa, kebudayaan Jawa dalam arti luas berpengaruh sangat besar dalam berbagai segi kehidupan masyarakat sukubangsa Madura. Oleh karena kebudayaan dan Busana Tradisonal Madura termasuk dalam daerah kebudayaan Jawa.

Masyarakat umum mengenal Busana Tradisonal khas Madura, yaitu hitam serba longgar dengan kaos bergaris merah putih atau merah hitam, di dalamnya, lengkap dengan tutup kepala dan kain sarung. Sebenarnya, Busana Tradisonal yang terdiri dari baju pesa`an dan celana gomboran ini merupakan pakaian pria untuk rakyat kebanyakan, baik sebagai Busana Tradisonal sehari-hari maupun sebagai busana resmi. Adanya pengaruh cara berpakaian pelaut dari Eropa, terutama kaos bergaris yang digunakan.

Dalam pemakaiannya, baju pesa`an, celana gomboran dan kaos oblong ini memiliki perbedaan fungsi bila dilihat dari cara memakainya. Kalangan pedagang kecil, seringkali mempergunakan baju pesa`an dan kaos oblong warna putih, dipadu dengan sarung motif kotak-kotak biasa. Sebaliknya para nelayan, umumnya hanya menggunkan celana gomboran dengan kaos oblong.

Zaman dahulu, masyarakat menggunakan Busana Tradisonal pesa`an dalam dua warna, yaitu hitam dan putih. Baju pesa`an biasanya dipakai oleh guru agama atau molang. Pada masa sekarang, Busana Tradisonal pesa`an warna hitamlah yang menjadi ciri khas. Warna hitam ini melambangkan keberanian. Sikap gagah dan pantang mundur ini merupakan salah satu etos budaya yang dimiliki masyarakat Madura. Garis-garis tegas merah, putih atau hitam yang terdapat pada kaos yang digunakan pun memperhatikan sikap tegas serta semangat juang yang sangat kuat, dalam menghadapi segala hal.

Model Busana Tradisonal yang serba longgar dan pemakaiannya yang terbuka melambangkan sifat kebebasan dan keterbukaan orang Madura. Kesederhanaan bentuk baju ini pun menunjukkan kesederhanaan masyarakatnya, teguh dan keras. Sarung palekat kotak-kotak dengan warna menyolok dan sabuk katemang, ikat pinggang kulit lebar dengan kantong penghimpun uang di depannya adalah perlengkapan lainnya. Terompah atau tropa merupakan alas kaki yang umumnya dipakai.

Berbeda dengan rakyat kebanyakan, para bangsawan biasanya menggunakan Busana Tradisonal berupa rasughan totop (jas tutup) polos dengan samper kembeng (kain panjang) di bagian bawah, secara umum sebagaimana Busana Tradisonal Solo dan Yogya. Perbedaannya terletak pada odheng, tutup kepala yang dikenakan.

Pada saat menghadiri acara resmi, rasughan totop umumnya berwarna hitam digunakan lengkap dengan odheng tongkosan kota, bermotif modang, dulcendul, garik atau jingga. Odheng pada masyarakat Madura memiliki arti simbolis yang cukup kompleks, baik dari ukuran, motif maupun cara pemakaian.

Bentuk dan cara memakai odheng juga menunjukkan derajat kebangsawanan seseorang. Semakin tegak kelopak odheng tongkosan, semakin tinggi dewajat kebangsawananan. Semakin miring kelopaknya, maka derajat kebangsawanan semakin rendah. Untuk orang yang sudah sepuh (tua), sayap atau ujung kain dipilin dan tetap terbeber bila si pemakai masih relatif muda.

sumber: www.tamanmini.com
Temukan semuanya tentang iklan gratis, Pasang Iklan, bisnis, Iklan Baris

Baju Daerah Khas Palembang



Baju Daerah asal Sumatera Selatan ini sesungguhnya berasal dari masa-masa kesultanan Palembang sekitar abad ke 16 sampai pertengahan abad ke 19, dan dikenakan oleh golongan keturunan raja-raja yang disebut Priyai. Baju daeraha dan Pakaian kebesaran untuk laki-laki dilengkapi dengan tanjak (tutup kepala) yang terbuat dari kain batik atau kain tenunan. Tanjak dibedakan atas tanjak kepudang, tanjak meler dan tanjak bela mumbang. Semuanya terbuat dari kain songket (kain tenunan tradisional) Palembang.

Baju daerah yang dipakai disebut kebaya pendek, atau bisa juga mengenakan kebaya landoong atau kelemkari yaitu kebaya panjang hingga di bawah lutut. Baju daerah ini terbuat dari kain yang ditenun dan disulam dengan benang emas maupun benang biasa yang berwarna, atau dapat juga dicap dengan cairan emas perada (diperadan). Pada bagian dalam dikenakan penutup dada yang disebut kutang, terbuat dari kain yang ditenun, disulam, maupun diperadan. Tutup dada biasanya diberi hiasan permata.

Pakaian bagian bawah berupa celana panjang yang dinamakan celano belabas, yang terbuat dari kain yang ditenun. Mulai dari bagian bawah lutut sampai ke arah mata kaki disulam (diangkeen) dengan benang emas. Ada pula yang disulam dari bagian pinggul sampai ke mata kaki dengan motif lajur. Jenis celana yang lain disebut dengan celano lok cuan (celana pangsi; celana yang panjangnya sebatas lutut). Jenis celana ini tidak disulam dengan benang emas, dan ukuran celananya lebih lebar.

Setelah celana panjang dikenakan selembar kain yang disebut sewet bumpak. Kain ini dibuat dengan cara ditenun, ditaburi dengan bunga-bunga kecil dari benang emas, serta diberi tumpal benang emas. Kemudian pada bagian bawah selebar lebih kurang 10 atau 12 cm. diberi pinggiran benang emas.

Baju daerah dan busana ini dilengkapi dengan ikat pinggang yang disebut badong, terbuat dari suasa, perak, atau tembaga yang dilapisi emas. Pada bagian luarnya ditatah dengan abjad atau angka-angka Arab, yang diyakini dapat membawa berkah dan keselamatan bagi pemakainya. Badong yang terkenal disebut badong jadam, yang dianggap jenis yang paling istimewa karena memiliki khasiat ampuh. Badong ini terbuat dari campuran berbagai bahan logam.

Menjadi Pelengkap busana dan baju daerah yang lain adalah keris. Sarung keris (pendok) terbuat dari emas, suasa, atau perak dengan tatahan bermotif bunga. Ada juga yang diberi batu permata, tergantung pada taraf ekonomi pemakainya. Keris ini diselipkan pada lambung sebelah kiri, dan sarungnya tidak kelihatan karena ditutupi kain atau celana. Hanya seorang raja yang boleh memakai keris dengan gagangnya menghadap keluar. Busana ini juga dilengkapi dengan alas kaki jenis terompah.

Sumber: www.tamanmini.com
Temukan semuanya tentang iklan gratis, Pasang Iklan, bisnis, Iklan Baris