Pasang Billboard
 - Masyarakat pasti kenal Joko Widodo, mantan Wali Kota Surakarta yang 
kini  menjadi Gubernur DKI Jakarta. Gaya Jokowi yang populis dan suka blusukan
 membuat dia populer. Tapi, tahukah Anda rekor perolehan suara Jokowi  
ternyata kalah dengan rekor suara Herman Sutrisno. Dia adalah Wali Kota 
 Banjar, Jawa Barat. Pada pemilihan kepala daerah 2008, Herman Sutrisno 
 meraih 92,17 persen suara dan masuk Museum Rekor-Dunia Indonesia. Rekor
  yang hingga kini belum terpecahkan oleh kepala daerah mana pun.
Bandingkan  dengan pasangan Jokowi-Ahok yang pada putaran pertama DKI
 Jakarta  meraih 42,6 persen dari total suara. Di putaran kedua, Jokowi 
cuma  meraih 53,8 persen suara.
Herman adalah dokter biasa yang sudah  bertugas selama 30 tahun. 
Setiap Jumat pagi, dia selalu bersepeda  keliling Banjar. Minimal 
rutenya sejauh 35 kilometer. Kadang Herman  mencari rute lain: jalan 
sempit, naik-turun, masuk-keluar desa. Bagi  Herman, olahraga ini bukan 
sekadar menyalurkan hobi, tapi juga untuk  melihat dari dekat 
perkembangan kota yang dipimpinnya. “Saya bisa tahu  apa ada jalan yang 
sudah rusak. Kalau naik mobil, belum tentu terasa,”  ujar Herman.
Ditemui di acara penganugerahaan Tokoh Tempo 2012: Bukan Bupati Biasa
 
 di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Selasa, 12 Februari, Herman tampak  
santun dan merendah saat ditanya tentang resep keberhasilannya.
Ketika  Banjar mandiri sebagai kota pada 2003, Herman, yang menjadi 
formatur  pemekaran, terpilih memimpin wilayah tersebut. Harapan 
masyarakat  terhadap daerah yang terletak di ujung tenggara Jawa Barat 
sekitar tiga  jam perjalanan dari Bandung itu begitu besar. Berbekal 
pengalaman  mengelola Ciamis, dia menyiapkan segudang rencana. Selain 
membangun  infrastruktur kota, seperti pengembangan jalan dan jembatan, 
dia  berfokus pada peningkatan layanan dasar, yaitu kesehatan dan 
pendidikan.
Di  bidang pengajaran, sebelum pemerintah pusat mencanangkan program 
 Bantuan Operasional Sekolah, Herman sudah mengembangkan proyek “Angka  
Prediksi Drop Out” pada 2004. Setiap anak yang dinilai tidak dapat  
bersekolah lantaran kekurangan biaya dibantu Rp 250 ribu per tahun. Itu 
 untuk siswa sekolah menengah pertama. Buat murid sekolah menengah atas,
  bantuannya Rp 500 ribu per siswa. Bantuan itu mengalahkan bantuan DKI 
 Jakarta yang cuma Rp 400 ribu per siswa SMA.
Kepala Seksi  Pendidikan Menengah, Dinas Pendidikan, Asep Parjaman, 
mengatakan, siswa  yang ingin menerima bantuan tinggal mengisi formulir.
 Data itu kemudian  diajukan ke pemerintah kota untuk diseleksi. Begitu 
Wali Kota meneken  surat keputusan, dana langsung dikirim ke rekening 
sekolah. Hingga tahun  ini, sudah sekitar 8.000 siswa menikmatinya.
Untuk  pelayanan kesehatan, Herman membebaskan biaya berobat 
puskesmas bagi  mereka yang membawa kartu penduduk. Hal yang sama 
berlaku jika mereka  berobat ke rumah sakit daerah. Bedanya, yang satu 
ini hanya diberlakukan  bagi warga miskin. Setahun berjalan, ternyata 
tak banyak warga berobat  ke puskesmas. Usut punya usut, tahulah Herman 
mengapa hal itu terjadi.  “Puskesmasnya memang gratis, tapi perginya 
naik ojek. Itu berarti mereka  harus membayar Rp 10-15 ribu,” ujarnya.
Pak Dokter ini pun punya  ide mendekatkan tempat layanan ke 
masyarakat. Dia membangun 42 pos  kesehatan desa di 25 desa dan 
kelurahan. Setiap pos memiliki tenaga  medis bidan dan perawat. 
Sedangkan dokter datang seminggu tiga kali.  Puskesmas pun diperbanyak 
dari dua menjadi empat. Warga pun  berduyun-duyun berobat. Indeks 
kepuasan masyarakat terhadap kesehatan  terus naik. Rata-rata di atas 77
 persen setiap tahun. “Di Banjar, yang  susah itu uang. Kalau makanan, 
gampang.”(tempo.co)
Semoga semakin banyak pejabat yang bisa jadi teladan untuk rakyatnya.
Info: 
Cetak Brosur